SCIENTIST
Tak terasa sudah 19 tahun Marko hidup di kota yang penuh akan kenangan masa lalunya, Kota Surabaya. Hiruk pikuk keramaian di sore hari serta banyak pengendara lalu lalang di jalan memadati kota kelahirannya itu. Banyak gedung tinggi dan pusat perbelanjaan yang senantiasa ramai dipadati para pengunjung. Marko hanya bisa terdiam menatap keindahan dan kembali teringat akan perjuangan Kakeknya yang harus gugur melawan penjajah. Tatapan wajahnya sangat berat, seolah ingatan yang kelam kembali bermunculan dalam pikirannya. Suara kicauan burung terdengar semakin jelas di telinga, namun tidak terdengar seperti alunan indah di hati, melainkan suara perih yang menggores jantung secara perlahan. Perlahan tanpa bisa dicegah air mata mengalir ke pipinya yang sudah kering. “Kakek sudah tiada, Kakek sudah pergi, jadi untuk apa aku masih saja tinggal diam disini?” Kata Marko dalam hati.
“Markoo!” suara dari kejauhan memanggil namanya sontak membuat Marko menoleh ke arah sumber suara tersebut. Daniel seorang ilmuwan yang berkacamata dengan raut muka yang sangat datar, rekan belajarnya. Semua orang menyangka Daniel itu jenius. Dia selalu melakukan eksperimen yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dulu saat pertama berada di kampus ini, ia membuat sebuah penemuan yang sangat praktisdan sangat berguna hingga masa sekarang pada masa sekarang yaitu soap tablet. Setelah dilakukan percobaan, karyanya tersebut langsung menjadi sensasi sekampus dan banyak mahasiswa yang menginginkanya.
“Oh Hai Daniel, gimana projekmu untuk Ujian Tengah Semester nanti?” Secara spontan basa-basi itu keluar dari mulut Marko.
“Hmm, masih belum tau Mark. Mungkin salt lampagar daerah pelosok yang belum ada akses listrik bisa dapat pencahayaan gitu.Ngapain kamu di sini Mark?”
“Oh wow, goodluckya buat projeknya! Tidak apa, aku lagi memikirkan projek untuk Ujian Tengah Semester itu.” Jawabnya dengan rasa canggung.
“Thankyou Mark! Mungkin kamu bisa mampir ke labku lain kali untuk melakukan percobaan-percobaan disana. By the way, aku turut berduka cita atas 80 tahun meninggalnya Kakekmu ya Mark. Semoga Tuhan menempatkannya di tempat yang paling indah bersama orang-orang beriman.”
“Thankyou Dan! Aku duluan yaa, ada urusan penting hehe..” Marko langsung meninggalkan Daniel tanpa berbincang-bincang kembali.
“Heyy, mungkin kita bisa belajar bareng di labmu Mark!” Ajak Daniel.
“Jaa..ja..jangan Dan, please, ada sesuatu yang harus aku lakukan.” Teriak Marko terbata-bata sambil meninggalkan Daniel yang penuh dengan kecurigaan akan apa yang disembunyikan oleh Marko.
Keesokan harinya di pagi yang cerah, ditemani merdunya suara burung.Marko terbangun, dilihatnya matahari telah menunjukkan jati dirinya. Dengan segera Markoberanjak dari tempat tidur dan mempersiapkan diri untuk kuliah. Marta, adik perempuan Marko. Berkulit putih seperti Ibunya yang berkebangsaan Jepang, dan bermata bulat cokelat,serta rambutnya yang hitam keriting seperti Ayahnya yang berkebangsaan Indonesia. Duduk menemani Marko saat sarapan dan seperti biasa, Ibu dan Ayahnya harus berangkat lebih dahulu untuk bekerja.
“Kakak yakin dengan percobaan kakak di laboratorium dapat berjalan dengan lancar?” Tanya Marta dengan penuh cemas.
“Sudahlah, kamu diam saja! Tau apasih kamu ini. Semua pasti berjalan dengan lancar, percaya dehsama aku hahaha..”
“Baik Kak.. Aku pamit berangkat sekolah dulu ya.” Jawab Marta dengan khawatir.
“Heyy, jangan lupa jagain labku ya sepulang sekolah! Awas kalau ada apa-apa.” Ancam Marko sambil menarik tangan Marta.
“Iya Kak, lepasin‼” Martapun pergi meninggalkan Kakaknya.
“Kejam sekali perbuatan Kakak, apa dia tidak memikirkan bagaimana kedepannya?” Pertanyaan itu terus muncul dalam pemikiran Marta.
Kondisi jalan yang macet, ditambah dengan banyaknya asap kendaraan bermotor membuat Marta tampak kelelahan untuk sampai ke sekolahnya dengan jalan kaki. Daniel yang melihat Marta berjalan di trotoarsambil menunggu taksi karena sudah kelelahan langsung menghampiri dan menawarkan Marta untuk mengantarnya ke sekolah.
“Marta, tumben kamu nggadianter Marko? Yuk aku anterin ke sekolah, kampusku searah kok sama sekolahmu.”
Comentarios